Selamat Datang di Blog FKAC for IPNU

Kamis, 03 Juni 2010

Catatan Tentang Kaderisasi


Oleh: Asep Irfan Mujahid*

Dilihat dari segi usia IPNU sudah memasuki usia setengah abad lebih. Tentu usia tersebut sudah lebih dari cukup untuk mengukur sebuah kemapanan. Sebagaimana dalam siklus kehidupan manusia, usia paruh baya memiliki posisi penting dalam kehidupan, karena tuntutan mencetak “regenerasi keturunan” yang lebih berkualitas untuk masa yang akan datang. Apabila hal ini diabaikan, maka rangkaian cerita yang lebih mirip dongeng hanya akan menghiasa lembaran generasi sesudahnya, itupun kalau perjalanan hidup yang ditempuhnya “layak” diangkat menjadi sebuah cerita.

Gambaran tersebut tentu tak jauh berbeda dengan IPNU hari ini. Sebagai organisasi yang memasuki usia paruh baya seharusnya lebih mempertajam diri menganalisis berbagai perkembangan khususnya dalam lingkup dunia kepelajaran, karena ini akan menentukan apakah organisasi ini “layak atau tidak” disebut sebagai garda terdepan dalam kaderisasi NU dan bangsa ini. Sebagai bagian dari NU tenttu IPNU selalu merasa sebagai garda terdepan dalam kaderisasi. Hal ini sangatlah wajar karena memang secara konstitusional terangkum dalam AD/ART NU. Tapi perasaan “terdepan dalam kaderisasi” saja tidak cukup, bagi setiap level struktur IPNU yang belum sepenuhnya concern terhadap kaderisasi, karena harus diiringi langkah nyata dalam proses kaderisasi itu sendiri. Langkah tersebut tidak mesti secara kaku mengikuti panduan “tekstual” kaderisasi yang selama ini ada, karena tehnik operasional dari sebuah kaderisasi tidak terbatas pada panduan tersebut. Panduan hanya sebatas memandu proses kaderisasi dengan format sebuah forum, dengan harapan standarisasinya dapat diukur dan sertifikasi kader yang diproduksi jelas, meski kondisi didaerah “agak” sedikit berbeda.

Ini sebetulnya masalah klasik dalam proses kaderisasi. Artinya masalah tersebut telah lama diperbincangkan dan muncul dalam rentang waktu yang cukup lama, setidaknya telah dialami beberapa generasi dan menjadi perbincangan yang hangat. Perbincangan yang menghangat idealnya harus menumbuhkan inspirasi baru dalam menata langkah kaderisasi yang lebih baik untuk semakin membumikan aswaja. Jangan sampai pengurus IPNU disetiap tingkatan minim “kesadaran dalam kaderisasi”, sehingga organisasi terkesan hanya sebatas “event organizer” yang berorientasi pada hal-hal “recehan” naudzubillah.

Istilah sunda; “dipanjang-panjang kalah matak nyogok, dipondokeun kalah matak nyugak” artinya manakala semakin dibahas secara panjang dan detail, apabila masih menggunakan “kekuatan otak” hanya akan menghasilkan penilaian secara otak saja. Tapi ketika emosi dilibatkan dan kekuatan hati yang berbicara, maka hasil dari sebuah kaderisasi akan semaki luar biasa, Insya Allah.

Sebagai orang NU kita diamanatkan untuk selalu berikhtiar dalam mencapai sesuatu. Serumit apapun masalahnya, selama kita berikhtiar tentu jalan untuk mengatasinya pun insya allah akan terbuka. Oleh karena itu, sebagai bagian dari ikhtiar untuk membumikan IPNU, NU, Aswaja, kita perlu membangun  3 tonggak pengkaderan secara seimbang, yakni ontologi, epistimologi dan aksiolologi pengkaderan. Bangunan ontologi ini sangat penting untuk menanamkan ide Ahlusunnah wal Jamaah (Aswaja) ke dalam pemahaman para kader IPNU. Epistimologinya menjelaskan sistem dan mekanisme apa yang harus di lakukan untuk menjelaskan ide-ide ke-NU-an dan ke-Aswaja-an. Kemudian secara aksiologi berusaha mengimplementasikan dalam praktek pengkaderan.

Pertanyaannya sampai saat ini bangunan yang mana sajakah yang telah kita capai? Ontologi? Epistimologi? Aksiologi? Atau belum sama sekali?

Tinggal kembali pada diri masing-masing sebagai kader IPNU, karena ini bukan hanya tugas ketua, sekretaris, bendahara, atau jajaran pengurus tertentu. Ini tugas bersama sebagai kader IPNU, karenanya curah ide dan gagasan harus semakin intens dibangun antar sesama kader IPNU, itu bisa menumbuhkan inspirasi dan inisiasi yang bersifat local yang lebih kaya, progressif dan relevan dengan tuntutan kebutuhan daerah. Semoga apapun yang dilakukan kader IPNU untuk menghidupkan organisasi benar-benar dengan I’tikad membangun peradaban NU-Aswaja, dengan semangat belajar, berjuang bertaqwa. Amiin!

*Penulis adalah kader IPNU biasa/jalmi ipis teu aya banda jeung pangaweruh!!